NAPZA
tidak asing lagi ditelinga masyarakat, tidak hanya masyarakat kota tetapi juga
NAPZA telah merambah masyarakat dipedalaman sekalipun. Tidak dapat dipungkiri
lagi NAPZA telah dikenal oleh masyarakat luas sebagai barang haram yang harus
dimusnahkan. Indonesia tidak terlepas dari kasus penyalahgunaan NAPZA, bahkan
masalah tersebut sudah mencapai tahap yang sangat memprihatinkan. Adiksi atau
kecanduan merupakan suatu masalah yang harus dicari solusinya secara
bersama-sama dari tingkat pemerintah pusat, pemerintah daerah, instansi terkait
lainnya, masyarakat, keluarga hingga masing-masing individu (Hawari,2006).
Penemuan obat-obatan tergolong jenis narkotika telah ditemukan sejak ±5000
tahun yang lalu didaerah Mediterania timur yang disebut dengan tablet sumeria (Mandari, 1996).
Permasalahan NAPZA sudah menjadi permasalahan dunia, sejak tahun 1961 PBB
sepakat untuk memerangi NAPZA dengan dikeluarkannya “The Single Convention on Narcotic Drugs”. Di Indonesia, terungkapnya kasus penyalahgunaan
NAPZA relatif baru dan tercatat secara resmi baik dari pihak POLRI maupun
DEPKES yaitu pada tahun 1969 namun perkembangannya sangat cepat. Hal ini
terlihat pada data di Dinas Kesehatan pada dekade tujuh puluhan (yaitu pada
tahun 1970 sampai tahun 1979) dan pada tahun delapan puluhan (tahun 1980 sampai
1989) terjadi pelipatan atau peningkatan kasus penyalahguna dan ketergantungan
NAPZA yang cukup tinggi yaitu dari 7000 orang meningkat menjadi 85.000 orang,
atau berlipat duabelas kali lipat selama kurun waktu dua puluh tahun
(Maramis,2005). Pemerintah menyebutkan angka resmi penyalahgunaan NAPZA 0,065%
dari jumlah penduduk 200 juta jiwa atau sama dengan 130.000 orang.
0 comments:
Post a Comment